Friday 26 February 2016

Sistem Pertanian Dipantau Satelit

Ilustrasi Sistem Pertanian Dipantau Satelit
Kementrian Pertanian RI kini menggunakan citra satelit dalam penghitungan data produksi khususnya beras di Indonesia. Penggunaan citra satelit ini dinilai dapat meminimalisir tingkat kesalahan perhitungan karena bisa secara detail daerah mana saja yang sedang musim tanam dan musim panen.

Kepala Sub Bidang Data Prasarana Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementrian Pertanian RI, M. Luthful Hakim menjelaskan pembuatan program perubahan perhitungan ini bermula dari keraguan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, dan pengamat Bustanul Arifin. "Awalnya perhitungan dilakukan dengan cara menghitung luas area panen dikalikan dengan produktivitas, dengan menurunkan tim Petugas Penyuluh Lapangan, tetapi hasilnya kurang akurat karena berdasar pada pandangan mata saja," katanya disela-sela acara Pelatihan Pengumpulan Data Luas Tanah dan Panen Tanaman Padi menggunakan metode gird square berbasis peta citra satelit, di Indo Alam Sari, Kamis (25/2).

Sebenarnya kata Luthful perhitungan lama hasil panen tersebut tercantum di buku pedoman BPS dari Kementan, "Perhitungan lama menggabungkan beberapa elemen yaitu blok pertanian, laporan petani kepada Kepala Desa, jumlah benih, dan terakhir estimasi hasil panen," katanya.

Tetapi seringnya penggunaan estimasi inilah yang menjadikan data hasil panen melambung terlalu jauh, sehingga hasilnya seolah-olah besar. "Sehingga kami berikan alat baru berupa peta yang sebenarnya bisa diakses juga melalui website, namun karena banyak petani yang belum paham penggunaan website, kami berikan peta penanaman dengan skala 1:5000," katanya.

Peta tersebut berupa peta lahan yang akan ditanam padi atau sudah ditanam padi yang merupakan hasil pemotretan dari satelit. "Citra satelit ini didapatkan dari kerjasama Kementan dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional," katanya.

Peta ini kata Luthful sementara dibagikan untuk semua Desa yang ada di Karawang dan Brebes sebagai percontohan, hal tersebut dikarenakan keterbatasan anggaran, namun tak menutup kemungkinan semua daerah nantinya menggunakan perhitungan ini. "Jadi sekitar 309 Desa di Karawang dan 297 Desa di Brebes menggunakan peta ini, untuk awal kami memang fokuskan di Pulau Jawa terlebih dahulu karena dari keseluruhan 8,132 juta hektar lahan baku sawah, 4,67 jutanya ada di Pulau Jawa, sementara sisanya tersebar di Pulau lainnya," katanya.

Sementara cara penghitunganya kata dia adalah dengan mengukur dari peta yang diberikan berapa luas tanam, dan terlihat dari peta tersebut, ada beberapa bagian yang tidak seharusnya ikut dihitung, "Jika sebelumnya ada bagian galengan yang terhitung, sekarang akan lebih akurat, karena bagian-bagian yang tak perlu terhitung tersebut akan dihilangkan, berbeda dengan penggunaan estimasi," ucapnya. 

Selain menggunakan peta yang diberikan di Desa-Desa ini, lanjut Luthful warga Karawang pun bisa mengakses peta pertanian ini di www.Lp2b.info/karawang di web tersebut selain bisa mengakses peta ajaib ini, juga bisa mengetahui siapa pemilik dari sawah-sawah tersebut. "Pemiliknya kami tuliskan di website tersebut, lalu jika akan melakukan perhitungan hasil panen, setelah mengukur dengan peta itu, disesuaikan dengan mereka yang datang ke lapangan untuk meninjau ulang," katanya.

Karena dengan demikian maka tingkat kesalahan perhitungan bisa diminimalisir sedemikian rupa, dan diharapkan nantinya tak ada lagi penggelembungan jumlah hasil pertanian. (*)


Posted by: Siti Badriyah
Berita News Karawang Updated at: 18:18

No comments:

Post a Comment